Baku, WaraWiri.net - Dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) di Baku, Azerbaijan, Kementerian PPN/Bappenas menggelar sesi diskusi bertajuk “Charting Indonesia Forward as a Green Global Battery Hub”, Jumat (15/11/2024).
Bertempat di Pavilion Indonesia, diskusi ini menjadi langkah strategis Indonesia memperkuat posisi sebagai pemain global dalam transisi energi hijau, salah satunya sebagai pusat baterai hijau dunia.
“Kementerian PPN/Bappenas bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia sedang menyusun dokumen Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional yang menjadi bagian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis untuk menjadi pusat industri baterai dunia melalui proses produksi yang berpegangan pada standar-standar environmental, social, and governance,” jelas Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard dalam pidato pembukaan acara.
Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional berupaya untuk menjawab tantangan besar yang dihadapi industri nikel Indonesia.
Selama 10 tahun terakhir, kebijakan hilirisasi berhasil meningkatkan pendapatan sektor nikel sebesar dua kali lipat. Namun, sektor ini juga menjadi penyumbang signifikan emisi gas rumah kaca. Peta jalan ini ditargetkan membantu pemerintah dalam mencapai Visi Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi negara maju dan mencapai net zero emissions.
“Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar memaksimalkan potensi ini. Namun, kita harus memastikan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan sejalan dengan komitmen nasional untuk menekan dampak lingkungan, khususnya emisi GRK. Dengan pendekatan yang berkelanjutan, kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dan tetap memenuhi tujuan iklim nasional,” jelas Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas Nizar Marizi.
Implementasi Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional terbagi tiga fase: inisiasi, akselerasi, dan ekspansi.
Pada fase inisiasi, fokus utamanya riset, perencanaan, dan pembuatan kebijakan terkait infrastruktur Energi Baru Terbarukan (EBT) di wilayah industri nikel.
Fase akselerasi menargetkan pembangunan sistem transmisi listrik dan penyimpanan energi yang terhubung dengan sumber EBT.
Terakhir, fase ekspansi memperluas adopsi pembangkit EBT dan teknologi rendah karbon dalam proses produksi di smelter nikel dan pabrik baterai, mendorong Indonesia menjadi pusat baterai hijau dunia.
”Sulawesi sebagai produsen utama nikel dan kobalt dianugerahi potensi EBT seperti angin yang terletak di selatan pulau dan panas bumi yang terletak di bagian utara. Untuk itu, pemerintah mendorong kerja sama global untuk berinvestasi membangun industri yang terhubung dengan EBT, sehingga dekarbonisasi dapat tercapai,” jelas Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi.
Sebagai langkah strategis dalam menjawab tantangan global dan nasional, Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel ini tidak hanya dirancang untuk memperkuat posisi Indonesia dalam transisi energi hijau, tetapi juga memastikan pembangunan berkelanjutan dan inklusif.
“Meningkatkan skala penyimpanan energi merupakan kunci pencapaian target transisi energi global. Pada COP29, diusung salah satu target untuk membangun penyimpanan energi sebesar 1,500GW pada 2030 atau kenaikan 6 kali lipat dari 2022. Indonesia dapat mengambil peran sebagai produsen baterai dunia dengan tetap memitigasi dampak iklim, lingkungan, dan sosial yang ditimbulkan,” pungkas Direktur Energi di World Resources Institute Jennifer Layke. (Fajar/Fitri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar