Jakarta, WaraWiri.net - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus mengawal kasus dugaan pemerkosaan yang dialami oleh seorang mahasiswi berinisial R (18) setelah mengikuti kegiatan orientasi Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) di Kota Jambi.
Kasus ini telah dilaporkan dan kini dalam penanganan Polda Jambi, dengan tersangka berinisial M.R (19) yang saat ini ditahan di Polda Jambi.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 Oktober 2024. Korban dan terlapor merupakan mahasiswa di perguruan tinggi yang sama di Jambi.
Setelah mengikuti kegiatan perkemahan Mapala, korban dibujuk oleh terlapor untuk pulang bersama.
Namun, di tengah perjalanan, terlapor membawa korban ke tempat kos rekannya dengan alasan mandi.
Di tempat tersebut, diduga terjadi tindakan pemaksaan seksual yang menyebabkan korban melaporkan kejadian kepada senior Mapala dan keluarganya.
Deputi Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati, menyampaikan bahwa kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi bukanlah yang pertama kali terjadi, dan modusnya pun beragam.
“Langkah cepat perlu diambil untuk mencegah agar kasus serupa tidak terulang. Kekerasan, sekecil apa pun dan terhadap siapa pun, tidak dapat dibiarkan, terutama tindak pidana kekerasan seksual yang telah diatur secara jelas dan tegas dalam UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ujar Ratna.
"Kemdikbudristek juga sudah menerbitkan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan kampus," tambah Ratna.
Ratna menekankan bahwa perguruan tinggi menjadi ujung tombak dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual melalui Satuan Tugas (Satgas) PPKS yang harus berperspektif pada korban.
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan sosialisasi masif dan diskusi terkait relasi kuasa, kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual di kampus, yang melibatkan dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, Ratna menjelaskan bahwa Kemen PPPA melalui tim layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksanan Teknis Daerah (UPTD PPA) Provinsi Jambi untuk memberikan pendampingan kepada korban.
UPTD PPA Provinsi Jambi telah memberikan layanan psikologis serta layanan hukum, dan tim UPTD PPA Provinsi Jambi akan terus mendampingi korban selama proses pemulihan.
“Dibutuhkan sinergi dan kerja sama yang kuat antar pihak. UPTD PPA Provinsi Jambi sangat berperan penting dalam penanganan kekerasan seksual untuk memastikan kebutuhan dan hak korban terpenuhi. Dukungan dari keluarga terdekat juga sangat membantu dalam memberikan penguatan bagi korban dalam menghadapi permasalahannya,” tambah Ratna. (Rosa/Muhidin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar