Bandung, WaraWiri.net - Ombudsman RI melakukan monitoring pelaksanaan saran perbaikan yang merupakan hasil dari Kajian Cepat pencegahan maladministrasi dalam layanan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BTN yang berdampak pada pemenuhan sertifikat rumah. Pada akhir tahun 2022, Ombudsman menemukan sebanyak 601 konsumen BTN belum menerima sertifikat, meskipun telah melakukan pelunasan KPR.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menjelaskan, kajian cepat ini dilakukan pada tahun 2022 di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Utara.
"Temuan di empat provinsi tersebut, kami mendeteksi sejumlah 601 debitur yang belum menerima sertifikat meskipun telah melakukan pelunasan kredit. Memang permasalahan tersebut merupakan "warisan" peninggalan masa lalu yang menyisakan pekerjaan bagi BTN untuk dituntaskan," terangnya, dalam acara penyerahan sertifikat KPR dan Diskusi Terfokus Saran Perbaikan Hasil Kajian Pencegahan Maladministrasi dalam Pelayanan KPR, di Bandung Jawa Barat, Rabu (31/5/2023).
Dari hasil kajian ini, Ombudsman menemukan bahwa belum diterimanya sertifikat tersebut terjadi karena faktor internal BTN. Seperti pengambilan keputusan yang berlarut-larut (diskresi) dan kurangnya koordinasi dengan pihak lain yang kompeten. Sedangkan faktor eksternal seperti developer tidak diketahui keberadaannya, lari dari tanggung jawab, bermasalah secara hukum, hak atas tanah berupa sertifikat induk tidak dipecah, bahkan ada juga yang sertifikatnya hilang.
"Permasalahan ini setelah Ombudsman lihat secara seksama ternyata sumbernya masalah pengawasan. Misalnya, pemberian izin itu di tingkat pemerintah kota/kabupaten, jika lemah pengawasannya maka developer tidak tersaring. Selain itu konsumen juga harus teredukasi dalam memilih developer," ujar Yeka.
Yeka menambahkan, pihaknya telah mendorong BTN untuk dapat memperkuat divisi yang mengurusi penyelesaian permasalahan sertifikat serta melakukan seleksi developer yang taat aturan dan tidak. "Dari temuan kami, 601 sertifikat yang belum diterima konsumen, saat ini setelah 5 bulan sudah hampir selesai ditangani oleh BTN," ucap Yeka.
Yeka mengatakan, pihaknya menyadari bahwa penyelesaian permasalahan sertifikat ini tidak hanya dibebankan kepada BTN. Tetapi juga perlu peran aktif pihak lain seperti pihak developer, notaris atau PPAT serta Kantor Pertanahan. Oleh sebab itu, Ombudsman menjembatani semua pihak agar terjadi sinergitas antar lembaga dalam mencari solusi penyelesaian masalah.
Sementara itu,Direktur Utama BTN, Nixon L.P Napitupulu menyampaikan terima kasih atas saran perbaikan yang disampaikan Ombudsman RI. Dirinya mengungkapkan, persoalan sertifikat ini merupakan residu dari persoalan di masa lalu yang memerlukan penyelesaian. Ia mencontohkan suatu kasus, developer ingin segera membangun perumahan karena adanya permintaan, namun belum dapat mengantungi sertifikat karena masih berproses. "Kita punya ruang untuk terus memperbaiki. Kami menggandeng seluruh developer untuk menyelesaikan masalah ini," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Dirut BTN menyerahkan sertifikat kepada konsumen Perumahan Abdi Negara II, Cileunyi, Kabupaten Bandung, dengan disaksikan oleh Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika. Hal ini sebagai salah satu bentuk tindak lanjut BTN atas pelaksanaan saran perbaikan yang disampaikan Ombudsman RI.
Sebelumnya, pada 29 Desember 2023, Ombudsman telah menyampaikan saran perbaikan kepada BTN yakni agar mempertegas jangka waktu kepastian penyelesaian permasalahan pemenuhan sertifikat konsumen yang telah melunasi KPR BTN yang ditetapkan melalui keputusan direksi. Kedua, memperkuat kelembagaanCustomer Care Division(CCD) sebagai bagian dari pengelolaan pengaduan masyarakat danCredit Operation Division(COD) untuk percepatan penyelesaian permasalahan pemenuhan sertifikat konsumen di kantor cabang BTN.
Ketiga, berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri setempat dan Kantor Pertanahan untuk percepatan sertifikasi hak atas tanah.Keempat, membuat rancangan skema penyelesaian non-litigasi permasalahan pemenuhan sertifikat konsumen yang telah melunasi KPR BTN dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelima, Optimalisasi dana jaminan, dana talangan dan dana program penyelesaian dokumen sebagai alternatif solusi penyelesaian masalah. (Tedy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar