Jakarta, WaraWiri.net - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya melakukan pembinaan sentra Industri Kecil Menengah (IKM) dalam rangka peningkatan kemampuan serta peningkatan produktivitas para pelaku usahanya. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain melalui pendampingan dan pemberian bantuan mesin atau peralatan pendukung di sentra-sentra IKM. Upaya yang dimotori Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (Ditjen IKMA) Kemenperin tersebut diharapkan mampu terus mendongkrak daya saing IKM di tanah air.
“Kegiatan pendampingan melalui pendekatan sentra IKM merupakan program fasilitasi dan pembinaan kelompok masyarakat yang bergerak di sektor usaha kecil dan menengah. Data Badan Pusat Statistik tahun 2020 menunjukkan terdapat 13.762 sentra IKM di Indonesia yang masing-masing memiliki komoditas unggulan dan sangat berpotensi untuk dikembangkan,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (Dirjen IKMA) Kemenperin Reni Yanita di Jakarta, Sabtu (3/6).
Sentra IKM merupakan sekelompok pelaku industri kecil hingga menengah yang berada dalam satu lokasi. Pada umumnya, kelompok usaha tersebut berproduksi menggunakan bahan baku sejenis atau melakukan proses produksi yang sama. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 516.124 total unit usaha yang berada di dalam sentra IKM. Para pelaku usaha ini memiliki keunikan komoditas masing-masing, baik dari segi bahan baku, hingga produk hasil yang lekat dengan kearifan budaya lokalnya.
Reni menyampikan, Kalimantan Selatan menjadi salah satu provinsi yang mendapatkan pendampingan, bimbingan teknis, dan bantuan peralatan karena di daerah tersebut memiliki banyak sentra IKM. “Ditjen IKMA Kemenperin telah melakukan pendampingan di sentra olahan hortikultura yang berada di Kabupaten Tapin, khususnya untuk pengolahan cabai rawit Hiyung,” terang Reni.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2022 menunjukkan, hasil panen cabai rawit di Kabupaten Tapin merupakan yang terluas di Kalimantan Selatan, yaitu mencapai 479 hektare dengan produksi hingga 2.015,7 ton. Salah satu varietas cabai lokal unggulan di daerah tersebut adalah cabai rawit Hiyung yang namanya berasal dari Desa Hiyung, desa tempat tumbuh varietas tersebut.
Dirjen IKMA Kemenperin mengatakan, produk hortikultura seperti cabai rawit Hiyung merupakan salah satu komoditi pertanian yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi produk unggulan dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Tapin. “Dalam upaya peningkatan produk unggulan tersebut diperlukan kolaborasi, baik itu antara Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah setempat,” ujarnya.
Pada tahun 2016, cabai rawit Hiyung telah terdaftar sebagai varietas tanaman hortikultura di Kementerian Pertanian. Dengan status tersebut ada kosekuensi terhadap Pemerintah Kabupaten Tapin untuk turut bertanggung jawab atas perkembangan dan pembudidayaannya agar keberadaan cabai Hiyung tetap terjaga dan tetap lestari.
Selain itu, cabai rawit Hiyung Tapin juga telah terdaftar sebagai produk Indikasi Geografis Indonesia pada tahun 2020. Cabai ini dianggap sebagai varietas unik yang dapat dikembangkan dan diolah menjadi beragam produk.
Direktur IKM Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Ditjen IKMA, Yedi Sabaryadi mengatakan, berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Tapin, Cabai Rawit Hiyung memiliki tingkat kepedasan mencapai 2.333,05 ppm (kadar capcaisin) jauh lebih tinggi dibanding cabai rawit lainnya. “Dengan teknologi yang tepat, cabai unik ini dapat dikembangkan jadi beraneka ragam makanan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi petani,” tuturnya.
Yedi menyebut, banyak komoditas hortikultura yang mempunyai nilai tinggi dalam bentuk segar, namun saat pascapanen komoditas tersebut cepat rusak, sehingga memerlukan penanganan khusus untuk menjaga kualitas produk, salah satunya cabai rawit Hiyung. “Oleh sebab itu, Ditjen IKMA Kemenperin terus melakukan pendampingan pada pelaku IKM setempat agar cabai Hiyung mampu bisa diolah menjadi berbagai produk turunan,” imbuhnya.
Selama ini, banyak petani dan pelaku IKM di Tapin terbiasa hanya menjual cabai segar dan abon cabai. Padahal, cabai Hiyung bisa diolah menjadi aneka produk seperti sambal, bubuk cabai kering, minyak cabai, saus, dan sebagainya. “Selama empat hari pendampingan, kami berhasil mengolah cabai Hiyung menjadi delapan produk,” ucap Yedi.
Yedi menuturkan, petani dan pelaku IKM di sentra membutuhkan pendampingan diversifikasi produk dan teknologi penanganan pascapanen. Dengan demikian dapat memperpanjang umur simpan komoditas melalui pengawetan dan ragam pengolahan.
“Teknologi pengawetan bertujuan tidak mengubah bentuk asli bahan, tetapi dapat memperpanjang umur simpan bahan baku. Sedangkan teknologi pengolahan bertujuan untuk mengubah bentuk asli bahan yang dapat memberikan nilai tambah serta penganekaragaman produk pangan dengan tetap memperhatikan keamanan pangan,” kata Yedi.
Ia menambahkan, faktor keamanan juga menjadi poin penting di sektor industri pangan, baik itu untuk dijual di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, Ditjen IKMA Kemenperin terus mendorong IKM pangan agar mampu memenuhi standar Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
Beberapa upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan pembinaan dan bimbingan teknis terkait kelayakan bangunan dan sarana produksi penujang, sanitasi, dan higienitas karyawan. Ditjen IKMA Kemenperin juga terus mendorong kelayakan mesin peralatan agar sesuai dengan persyaratan, serta pengawasan proses produksi dengan baik. Selain itu, didorong juga konsistensi produk akhir dari komoditas di sentra IKM tersebut.
“Kemenperin terus berupaya untuk mendorong pelaku IKM memahami dan menerapkan sistem keamanan pangan di industri melalui kegiatan pendampingan dengan harapan pelaku IKM semakin produktif dan berdaya saing,” pungkasnya. (Angga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar