Home »
EDUKASI
» Antisipasi Kepunahan Bahasa Daerah, Kemendikbudristek Dorong Pelibatan Pemda dan Komunitas Lokal Lestarikan Bahasa Daerah di Papua
Pelaksanaan Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah (Rakor RBD) Tahun 2023 di Kabupaten Sorong. (Dok. Biro Kerja sama dan Humas Sekretariat Jenderal Kemendikbudristek/WaraWiri.net)
Kabupaten Sorong, WaraWiri.net – Ketika dunia menjadi semakin mengglobal, banyak dari kita yang merasa semakin sulit untuk tetap terhubung dengan akar budaya dan bahasa daerah.
Namun, melestarikan bahasa daerah adalah bagian penting dari warisan budaya dan identitas kita. Untuk memastikan bahwa bahasa daerah tetap hidup dan berkembang untuk generasi mendatang, kita harus melibatkan masyarakat dalam proses pelestariannya.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), E. Aminudin Aziz dalam berbagai kesempatan menyebutkan, berdasarkan laporan UNESCO, setiap dua minggu terdapat satu bahasa daerah di dunia yang mengalami kepunahan.
Penyebabnya, kata karena bahasa tersebut sudah tidak lagi digunakan. Menanggapi berbagai tantangan dalam pelestarian bahasa daerah, ia menyampaikan sudah melakukan diskusi dengan pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan.
Kami mengajak dan menyadarkan semua pihak bahwa revitalisasi merupakan tanggung jawab bersama. Hal ini bukan tanggung jawab pemerintah pusat maupun masyarakat saja, tetapi pemerintah daerah juga ditugasi oleh Bupati atau Walikota atau Gubernur untuk melakukan secara bersama-sama,” tegas Aminudin dalam keterangan resminya, Minggu (19/03/2023).
Sebelumnya, tanggung jawab bersama tersebut diimplementasikan lewat pelaksanaan Rapat Koordinasi Revitalisasi Bahasa Daerah (Rakor RBD) 2023 yang diselenggarakan di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya oleh salah satu unit teknis Badan Bahasa, Balai Bahasa Provinsi Papua.
Adapun program RBD dilaksanakan melalui 3 tahapan, yaitu : 1) tahapan survei dan koordinasi; 2) tahapan pembelajaran dan pelatihan; 3) tahapan pertunjukan/festival.
Sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Balai Bahasa Papua Sukardi Gau dalam laporan kegiatan Rakor yang menghadirkan narasumber dari perwakilan Badan Bahasa, Komisi X DPR RI dan masyarakat adat Papua pada Rabu, 15 Maret 2023.
“Pada kesempatan ini, kita berada pada tahap koordinasi dalam bentuk rapat koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,” jelas Sukardi dalam laporan kegiatan tersebut.Hal senada juga disampaikan, Widyabasa Ahli Muda, Badan Bahasa Miranti Sudarmaji yang mengawali sesi diskusi Rakor RBD, bahwa mandat pelindungan bahasa dan sastra telah tercantum di dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2009.
Selain itu, pembagian wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait hal tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2014.
Capaian program RBD di Provinsi Papua cukup menggembirakan dimana pelaksanaan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) telah diikuti oleh 530 orang partisipan yang terdiri atas guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, dan dinas pendidikan," ucap Miranti.
Anggota Komisi X DPR RI Robert Joppy Kardinal yang turut hadir menjadi Narasumber dalam kegiatan itu mengatakan, pelindungan dan pelestarian bahasa daerah bertujuan agar supaya para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajari bahasa daerah dengan penuh sukacita melalui media yang mereka sukai.
"Menjadi penting melibatkan berbagai pihak dalam revitalisasi bahasa daerah yakni keluarga, tetua adat, pegiat pelindungan bahasa dan sastra maupun institusi pendidikan,” tutur Joppy.
Untuk diketahui, di tahun 2023 terdapat tambahan 2 bahasa daerah di Papua yang akan direvitalisasi yakni bahasa Hatam di Manokwari dan bahasa Moi di Kabupaten Sorong yang sebelumnya di tahun 2022 telah direvitalisasi 7 bahasa daerah yaitu 1) bahasa Sentani; 2) bahasa Kamoro; 3) bahasa Imbuti/Marind; 4) bahasa Biak; 5) bahasa Sobei; 6) bahasa Biyekwok/Biyabo, dan 7) bahasa Tobati.
Narasumber dari perwakilan masyarakat adat Papua yang merupakan penutur asli bahasa Moi, Luther Salamala, ikut menyoroti generasi muda saat ini di kalangan Suku Moi gengsi menggunakan bahasa daerah Moi dalam interaksi pergaulan.
“Hal tersebut disebabkan salah satunya banyak orang tua di keluarga tidak aktif menggunakan bahasa Moi,” jelasnya.
Untuk itu, Luther mendorong peranan yang dapat dilakukan oleh masyarakat adat ataupun suku Moi dalam mempertahankan bahasa daerahnya. Salah satunya Melalui Dewan Adat Suku Moi dan LMA Malamoi.
"Ketua Klasis GKI Malamoi harus membuat keputusan untuk menggunakan bahasa Moi sesuai dengan sub suku yang ada di Moi,” urai Luther.
Mengakhiri diskusi, narasumber terakhir Kasyfi Arsan menjelaskan, mengenai strategi pencagaran bahasa daerah nusantara.
"Tujuan pencagaran ranah penggunaan bahasa sebagai unsur budaya;untuk pengembangan bahasa daerah dengan sasaran kebertahanan bahasa daerah."
"Kebertahanan yang dimaksud adalah penggunaan suatu bahasa supaya tetap hidup secara berkesinambungan,” pungkas Kasyfi. (Remond)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar